Sabtu, 29 Agustus 2009

KH Mas Mansur Mutiara Dakwah Dari Surabaya

Bismillahirrahmanirrahiim,

KH Mas Mansur merupakan pribadi teladan yang istimewa, sejak kecil saya sudah terbiasa mendengar kisah-kisah heroik dan perjuangan dakwah Kiai sederhana asal Surabaya ini, almarhumah Ibu saya seringkali dengan bersemangat menceritakan penggalan – penggalan riwayat KH Mas Mansur. sampai-sampai sewaktu kecil saya lebih suka dipanggil ‘mansur’ dan justru marah manakala dipanggil nama saya yang sebenarnya, entahlah mengapa bisa demikian yang pasti sosok KH Mas Mansur telah membuka jalan ketertarikan bagi saya untuk mempelajari jalan panjang pergerakan bangsa beserta tokoh – tokohnya.
Cerita yang menarik adalah tentang semangat belajar KH Mas Mansur yang tinggi, Beliau begitu haus akan ilmu sehingga dengan rajin dan tekun menuntut ilmu hingga sukses merampungkan M3 (Madura, Makkah dan Mesir), beliau juga harus berkali-kali hijrah (Surabaya, Yogyakarta dan Jakarta) sebagai konsekuensi dari jalur pergerakan yang ditempuhnya.

Beliau, KH Mas Mansur termasuk dalam Keluarga Besar Sagipodin (Bani Gipo) yang dikenal memiliki akar yang kuat di kalangan Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama, Kedua Cucu Sagipodin yakni KH Mas Mansur dan KH. Hasan Basri (Hasan Gipo) merupakan dua tokoh penting dalam pertumbuhan Muhammadiyah dan NU, yang seorang dipercaya sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah sementara yang seorang lagi mendapat amanat sebagai Ketua Tanfidziyah NU Pertama.
Satu lagi catatan penting yang jarang diungkapkan oleh media adalah ihwal wafatnya KH Mas Mansur dalam tahanan NICA pada tahun 1946, ternyata KH Mas Mansur tidak mengalami penahanan biasa melainkan di eksekusi mati dengan disuntik darah kera sehingga akhirnya wafat pada tanggal 25 April 1946.

Jejak Jejak Dakwah KH Mas Mansur di Pulau Madura
Sebagai ulama muda yang kharismatik Kyai Haji Mas Mansur berhasil membawakan kehalusan dakwah yang menyentuh sehingga memberi pengaruh yang luar biasa kepada pribadi Raden Musaid, beliau memilih jalan yang tidak biasa ditempuh oleh kebanyakan budayawan dan kaum adat yang mengambil jarak atas gerakan dakwah, semangatnya justru meluap – luap untuk mengikuti cara beragama yang diajarkan oleh mas mansur yang berusaha menempatkan agama dan budaya secara proporsional tanpa mengesampingkan adat / budaya yang bersendi syara’ dan berpilar kitabullah. Raden Musaid menjadi meresapi benar ajaran KH Mas Mansur, beliau secara tegas menolak dikotomi NU-Muhammadiyah, menurutnya NU-Muhammadiyah atau Ormas keagamaan lainnya sama – sama bisa menjadi jembatan pergerakan berbasis keagamaan yang bisa mengantarkan ummat menggapai pencerahan spiritual.

Demikianlah, Siapapun yang mengalami perjumpaan dengan KH Mas Mansur Insyaallah akan menanggalkan fanatisme golongan dan keormasan karena beliau yang pernah menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah (1937 – 1943) senantiasa mengajak kepada jalan-jalan persatuan menuju kebulatan tekad dan cita – cita menggapai Indonesia Merdeka.

Rintisan Gerakan Kebangsaan KH Mas Mansur

Nasionalisme KH Mas Mansur dapat dibuktikan dari berbagai organisasi yang dipelopori dan dibinanya yang kebanyakan menggunakan nama belakang Wathan (Tanah Air) diantaranya Lembaga Pendidikan Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air), Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air), Khitab al-Wathan (Mimbar Tanah Air), Madrasah Ahl al-Wathan (Keluarga Tanah Air) di Wonokromo, Far’u al-Wathan (Cabang Tanah Air) di Gresik dan Hidayah al-Wathan (Petunjuk Tanah Air) di Jombang.

KH Mas Mansur sangat dekat dengan KH Abdul Wahab Hasbullah (Ulama kharismatik NU), keduanya sama-sama pernah belajar di Makkah pada Kiai Mahfudz yang berasal dari Pondok Pesantren Termas Jawa Tengah, Beliau berdua membentuk majelis diskusi yang diberi nama Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada 1914. Mula-mula kelompok ini mengadakan kegiatan dengan peserta yang terbatas. Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dan topik-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan kemasyarakatan yang luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi sangat populer dan menarik perhatian di kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam dari berbagai kalangan bertemu dalam forum itu untuk mendebatkan dan memecahkan permasalahan pelik yang dianggap penting. Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh nasionalis sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi tua. Dari posnya di Surabaya, kelompok ini menjalar hampir ke seluruh kota di Jawa Timur. Bahkan gaungnya sampai ke daerah-daerah lain di seluruh Jawa hingga makin kuatlah semangat dan cita – cita membebaskan tanah air dari belenggu penjajah.

Gelora Pergerakan Politik menuju Indonesia Merdeka

Dalam gelora pergerakan dan perpolitikan ummat Islam, Mas Mansur mengawali bergabung dalam Syarikat Islam (SI) yang dipimpin oleh HOS Cokroaminoto bahkan beliau dipercaya sebagai Penasehat Pengurus Besar SI. Kedekatan dengan HOS Cokroaminoto berlanjut ketika KH Mas Mansur terpilih sebagai Ketua MAIHS (Muktamar Alam Islami Far’ul Hindisj Syarqiyah) pada tahun 1926, keduanya terpilih untuk mewakili Indonesia dalam Muktamar Alam Islami sedunia di Makkah.
Pada tahun 1937, KH Mas Mansur berhasil melakukan gebrakan politik bagi ummat Islam dengan memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) bersama dengan KHA Dahlan dan KH Wahab Hasbullah (Keduanya dari Nahdlatul Ulama. MIAI inilah rintisan awal yang di kemudian hari menjelma menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI)
Pada Tahun 1938, Beliau memprakarsai berdirinya Partai Islam Indonesia (PII) bersama Dr. Sukiman Wiryasanjaya sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
Pada Tahun 1939, Terbentuk Majelis Rakyat yang dipelopori oleh GAPI (Gabungan Partai Politik Islam) dan MIAI (sebagai Federasi organisasi – organisasi Islam Indonesia) yang melancarkan tuntutan INDONESIA BERPARLEMEN kepada Pemerintah hindia belanda, pada waktu itu KH Mas Mansur terpilih secara aklamasi sebagai ketua majelis rakyat namun beliau menolak lantaran merasa masih banyak yang dianggapnya lebih siap dan mampu.

Pada Tahun 1942, Balantentara Jepang menduduki Tanah Air, KH Mas Mansur bersama beberapa tokoh terkemuka dan berpengaruh pada masa itu yaitu Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan Ki Hajar Dewantara (empat serangkai) memimpin PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), organisasi bentukan jepang yang dijadikan alat perjuangan kemerdekaan dan menjadi cikal bakal lahirnya tentara Peta (Pembela Tanah Air), BPUPKI dan PPKI
Sejak tahun 1944 hingga 1945 kembali ke Surabaya dan bersama para pemuda terlibat dalam perjuangan merebut kemerdekaan
Pada Tahun 1946, ditangkap oleh NICA dan dipaksa berpidato untuk menghentikan perlawanan rakyat terhadap sekutu / Inggris di Surabaya, tetapi beliau dengan tegas menolak hingga dijebloskan kedalam tahanan hingga akhirnya meninggal dunia dalam tahanan pada tanggal 25 April 1946.

Sekian, Semoga Sekilas Catatan tentang Sang Penganjur - KH Mas Mansur dapat Bermanfaat...

Sumber :

Tulisan Badrut Tamam Gaffas Di Mata Air Lereng Semeru

Iklan dari, oleh dan untuk Blogger