Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu …….!
Puisi ini ditulis oleh Buya HAMKA dalam salah satu sidang konstituante, setelah mendengar isi pidato M.Natsir yang menawarkan Islam sebagai sistem negara
Sajak berbalas dari M. Natsir untuk Buya Hamka
Saudaraku Hamka,
Lama, suaramu tak kudengar lagi
Lama...
Kadang-kadang,
Di tengah-tengah si pongah mortir dan mitralyur,
Dentuman bom dan meriam sahut-menyahut,
Kudengar, tingkatan irama sajakmu itu,
Yang pernah kau hadiahkan kepadaku,
Entahlah, tak kunjung namamu bertemu di dalam ”Daftar”.
Tiba-tiba,
Di tengah-tengah gemuruh ancaman dan gertakan,
Rayuan umbuk dan umbai silih berganti,
Melantang menyambar api kalimah hak dari mulutmu,
Yang biasa bersenandung itu,
Seakan tak terhiraukan olehmu bahaya mengancam.
Aku tersentak,
Darahku berdebar,
Air mataku menyenak,
Girang, diliputi syukur
Pancangkan !
Pancangkan olehmu, wahai Bilal !
Pancangkan Pandji-pandji Kalimah Tauhid,
Walau karihal kafirun...
Berjuta kawan sefaham bersiap masuk
Kedalam ”daftarmu” ... *
Saudaramu,
Tempat, 23 Mei 1959
*Sajak ini ”ditengah-tengah sipongah mortir”, tanggal 23 Mei 1959 sesudah tersiar pidato Prof. Dr. Hamka di Gedung Konstituante Bandung, yang antara lain menegaskan, “bahwa trias politika sudah kabur di Indonesia, demokrasi terpimpin adalah totalitarisme, Front Nasional adalah partai ”Negara”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar