Senin, 09 November 2009

Mengenang Kembali Mr. Mohammad Roem (Bagian Pertama : Roem Sang Pejuang)

Roem dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1908 di Parakan, Kab. Temanggung, Jawa Tengah dari pasangan Dulkarnaen Djojosasmito (seorang Lurah) dan Siti Tarbijah. Pada tahun 1920 Roem sempat dipindahkan ke kota Pekalongan karena wabah penyakit yang menyerang desanya. Di kota Pekalongan inilah Roem berhasil menyelesaikan sekolahnya di H.I.S.

Tahun 1924 Roem lulus dalam ujian masuk sekolah STOVIA. Di tahun yang sama Roem bergabung menjadi anggota organisasi Jong Java. Tahun 1925 bergabung dengan JIB (Jong Islmieten Bond). Di dalam JIB inilah Roem mulai mengenal tokoh-tokoh besar seperti Agus Salim dan HOS Cokroaminoto.

Tahun 1927 Roem berhasil menamatkan pendidikan pada bagian Persiapan di Stovia, tetapi kemudian pindah ke AMS (Algemene Middelbare School – Sekolah Menengah Umum tingkat atas). Lulus dari AMS tahun 1930 kemudian meneruskan ke sekolah tinggi kedokteran GHS (Geneeskundige Hoge School) di Salemba, Jakarta.

Di GHS Roem gagal dalam menyelesaikan ujiannya, karena itu lalu ia berhenti menjadi mahasiswa GHS dan beristirahat selama 2 tahun. Dalam masa-masa inilah ia mulai aktif dalam Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Roem juga menempuh pendidikan di RHS (Rechts Hoge School) mulai tahun 1932 dan selesai tahun 1939. Roem juga terhitung sebagai aktivitis dan pengurus Partai “Penyadar” yang didirikan oleh Agus Salim tahun 1937.

Roem tercatat tidak pernah bekerja untuk pemerintahan kolonial baik Belanda maupun Jepang. Ia mendirikan kantor pengacara sendiri yaitu “Mr. Mohamad Roem” di Jakarta.

Setelah Proklamasi kemerdekaan Roem menjabat sebagai ketua Komite Nasional (KNI) Jakarta Raya, mirip suatu ketua DPR-darurat di waktu itu.

Pada peristiwa Ikada September 1945 Roem turut mengambil peran. Walikota Jakarta yang pertama, Suwirjo, berkantor berdekatan dengan lapangan Ikada. Ketika ia melihat semakin banyak massa yang menumpuk di lapangan Ikada ia pun melaporkannya kepada pemerintah RI yang saat itu sedang bersidang. Suwirjo kemudian diinstruksikan untuk membicarakan keadaan tersebut dengan pembesar-pembesar Jepang.

Sebagai ketua KNI Jakarta raya maka diajak-sertalah Roem oleh Suwirjo. Dalam pembicaraan dengan pihak Jepang, tampak jika Jepang tidak akan mengizinkan rapat itu. Tetapi massa telah banyak berkumpul dan hanya Soekarno-Hatta lah yang akan didengar oleh rakyat. Awalnya juga Jepang tidak mengizinkan Soekarno-Hatta untuk hadir. Setelah berunding sebentar Jepang kemudian mengizinkan Soekarno-Hatta untuk hadir di rapat itu dan dengan syarat rapat tidak boleh berlangsung lebih dari 15 menit.

Setelah menyampaikan hasil pembicaraan kepada pemerintah RI, maka dengan berkendara beberapa mobil berangkatlah jajaran pemerintah RI menuju Ikada. Roem dan Suwirjo ikut serta dalam rombongan mobil paling belakang. Rapat akbar bersejarah itu akhirnya berjalan dengan damai dan tertib tanpa pertumpahan darah.

Ada satu peristiwa tragis yang dialami Roem ketika Belanda yang membonceng tentara Inggris mulai masuk ke Jakarta. Roem waktu itu tinggal dan berkantor di jl. Kwitang no. 10. Tanggal 21 November 1945, beberapa hari setelah Roem menghadiri pemakaman jenazah 13 polisi korban serbuan NICA, tiba-tiba saja kediamannya diserbu oleh tentara NICA. Waktu itu di rumah Roem terdapat bebarapa orang antara lain Pirngadi (kelak brigjen TNI), Adik dan Islam Salim (putra Agus Salim), Sayoga, dan beberapa orang lagi.

Mendengar kedatangan NICA semuanya pun melarikan diri meloncati tembok belakang rumah. Roem, Ibu Roem, dan Sayoga tetap berada di rumah bersembunyi di kamar tidur. Ketika Belanda mulai mengobrak-abrik rumah dengan alasan mencari orang dan senjata, Roem memberanikan diri membuka pintu kamar, pada saat itulah Belanda melepaskan tembakan ke arah Roem. Roem terkapar berlumuran darah tak sadar diri. Sayoga dibawa paksa Belanda dan setelah itu kabarnya tak terdengar lagi, kelihatannya sudah dieksekusi oleh Belanda.

Semua orang mengira Roem sudah meninggal, para wanita yang ada disitu disuruh pergi oleh Belanda, Ibu Roem mengungsi ke kediaman Agus Salim, jadi Roem ditinggal sendiri saja waktu itu. Sore hari ketika keadaan reda baru datanglah para pemuda sekitar menolong Roem.

Keadaan Roem sangat gawat, Roem harus menjalani perawatan dan terapi berbulan-bulan lamanya sampai ia diajak kembali oleh Kasman Singodimedjo ke Yogyakarta, waktu itu Kasman menjabat sebagai Kepala Kehakiman Kementerian Pertahanan. Dari situlah Roem mulai duduk dan aktif sebagai Ketua Bagian Politik Partai Masyumi. Tiga bulan kemudian Roem bergabung sebagai Menteri Dalam Negeri dalam kabinet Syahrir ke III.

Sumber :

http://www.askarlo.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=65:mengenang-kembali-mohamad-roem-bagian-i&catid=45:edukasi&Itemid=82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan dari, oleh dan untuk Blogger