Hubungan Natsir dan Soekarno amat akrab di awal kemerdekaan. Kepentingan negara di atas perbedaan pendapat pribadi.
”Bung Natsir, kita ini dulu berpolemik, ya, tapi sekarang jangan kita buka-buka soal itu lagi.”
”Tentu tidak. Dalam menghadapi Belanda, bagaimana pula? Nanti saja.”
Percakapan mesra di antara dua petinggi negeri itu terjadi pada 1946, ketika ibu
Pada 1930-an kedua bapak bangsa itu pernah terlibat polemik tajam di
Tatkala
Sejak awal, ketika Sjahrir mengusulkan Natsir menjadi Menteri Penerangan, Presiden Soekarno tidak keberatan. Justru ia menyambut dengan mengatakan, ”Hij is de man (bahasa Belanda, artinya dialah orangnya).” Barangkali Soekarno teringat akan pengalamannya ketika berpolemik dan mengakui kepiawaian Natsir dalam menyusun kata-kata.
Di Istana Yogyakarta, Presiden Soekarno kerap mengundang teman dan pejabat Republik untuk sarapan bersama. Natsir termasuk orang yang sering menerima undangan itu. Hubungan keduanya amat dekat dan hangat. Bisa dibilang, tak ada pidato Presiden pada 17 Agustus yang dibuat tanpa melalui persetujuan Natsir, Menteri Penerangan saat itu.
Menjelang 17 Agustus, bila Soekarno mengetahui Natsir tidak berada
Bila Soekarno telah menyetujui konsep pidato tersebut, Natsir pulang ke penginapannya dan berkurung selama sehari semalam untuk menuliskan pidato peringatan proklamasi kemerdekaan itu. Setelah selesai, pidato tertulis diserahkan kepada Presiden. Soekarno biasanya menggodok lagi, menyesuaikan pidato itu dengan
Pernyataan-pernyataan resmi lain yang dibuat Presiden biasanya juga diparaf terlebih dulu oleh Natsir sebagai Menteri Penerangan. ”Kalau Pak Natsir belum paraf, pernyataan Presiden itu tak akan disebarkan,” kata Bachtiar Effendi, ahli politik Islam yang banyak meneliti perihal Masyumi.
Kedekatan Soekarno dan Natsir terlihat pula di saat kritis menjelang agresi militer Belanda kedua. Ketika itu pemerintah mendapat tawaran dari Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru agar Presiden Soekarno mengungsi ke
Presiden dan kabinet serta-merta menerima tawaran tersebut. Spontan pula Soekarno meminta Natsir ikut bersamanya pergi ke
Namun, sebelum tertawan, Soekarno, Hatta, dan Natsir sempat menyiapkan pesan kepada rakyat
Pidato tersebut tak dapat lagi disiarkan melalui radio yang sudah diduduki Belanda. Baswedan lantas meminta pertolongan Mr Sumanang memperbanyak dengan cara menstensil. Di Jakarta, pidato itu akhirnya bisa disiarkan melalui harian Keng Po.
Natsir juga ikut menyusun radiogram yang dikirimkan kepada Menteri Kemakmuran Mr Sjafroeddin Prawiranegara yang sedang berada di Bukittinggi, Sumatera Barat. Radiogram itu berisi kuasa agar Sjafroeddin membentuk pemerintahan darurat di Sumatera.
Radiogram serupa dikirimkan kepada Sudarsono, L.N. Palar, dan A.A. Maramis yang sedang berada di
Bekas Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra mendengar langsung dari Natsir betapa di awal kemerdekaan semua bapak bangsa berjuang tulus mempertahankan Republik yang masih bayi. ”Ketulusan di antara kami amat tinggi dan perbedaan tidak ditonjolkan,” ujar Natsir seperti ditirukan Yusril.
Tatkala berpolemik pada 1930-an, Soekarno dan Natsir sesungguhnya juga saling menghormati pendapat masing-masing dan menjaga tali silaturahmi. Sewaktu Soekarno dituntut di Pengadilan
Dalam satu suratnya dari pembuangan di Endeh, Flores, Soekarno balas memuji lawan diskusinya itu: ”Alangkah baiknya kalau Tuan punya mubalig-mubalig bermutu tinggi seperti Tuan Natsir.” Tak mengherankan pula bila atas izin Soekarno, surat-surat itu kemudian diterbitkan oleh Pembela Islam dalam bentuk brosur berjudul: ”Surat-surat dari Endeh”.
Puncak kemesraan hubungan Soekarno dan Natsir terlihat pada saat pengajuan mosi kembali ke negara kesatuan oleh Natsir di parlemen Republik Indonesia Serikat. Sebagai Ketua Fraksi Masyumi, Natsir mengusulkan agar negara-negara bagian yang tergabung dalam Republik Indonesia Serikat membubarkan diri dan kemudian bergabung lagi dalam Republik
Saat berdebat di parlemen, Natsir memuji-muji mutu dan kepribadian Soekarno dan Hatta sebagai negarawan dan pemimpin nasional. Dan ia mengusulkan agar keduanya dipilih kembali sebagai Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik
Untuk membentuk negara kesatuan itu, dibuat Panitia Persiapan yang terdiri atas utusan semua negara bagian. Dalam panitia itu, Mr Sjafroeddin Prawiranegara dari Masyumi mengusulkan agar di masa peralihan sebaiknya dibentuk kabinet presidentil. Tujuannya agar tercipta stabilitas pemerintahan, mengingat ketika itu belum ada undang-undang pemilihan umum yang menjadi syarat mutlak kabinet parlementer.
Namun usul itu ditolak. Masyumi kalah suara menghadapi Partai Nasional Indonesia dan Partai Sosialis
Maka, ketika mosi kembali ke negara kesatuan berhasil memenangi suara mayoritas di parlemen, Soekarno tak ragu menjawab pertanyaan wartawan tentang siapa yang akan memimpin kabinet. ”Natsir dari Masyumi karena mereka mempunyai konsepsi untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi.” Mosi itu sekarang dikenal sebagai Mosi Integral karena mengembalikan
Natsir pun menjadi perdana menteri. Dia memilih Sultan Hamengku Buwono IX sebagai wakil perdana menteri. Saat membentuk kabinet, ia menghadapi kesulitan karena Partai Nasional Indonesia dan Partai Komunis
Akhirnya Natsir membentuk kabinet yang terdiri atas 18 menteri. Kabinet ini dikenal sebagai zakenkabinet alias kabinet ahli lantaran orang-orangnya dipilih sesuai dengan keahlian masing-masing ketimbang pertimbangan perwakilan partai.
Sayangnya, Kabinet Natsir hanya berumur tujuh bulan. Ironis sekali, terpilihnya Natsir menjadi perdana menteri justru menjadi awal retaknya hubungannya dengan Presiden Soekarno.
Sumber : Laporan Utama Majalah Tempo Edisi 21/XXXVII/14 – 20 Juli 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar